Tuesday, December 15, 2009

Perumpamaan Manusia Dengan Jenis Tanah


۞ ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤٰﻦ ﺍﻠﺮﺤﯿﻢ ۞
Dari Abi Musa Radhiallahu Anhu, katanya Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan, yang oleh karena itu Allah mengutus aku untuk menyampaikanya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi;(1) bumi itu ada yang subur, menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. (2)Ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk bercocok tanam. (3)Ada pula hujan yang jatuh kebagian lain, yaitu di atas tanah yang tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah perumpamaan orang yang belajar agama, yang mau memanfaatkan sesuatu yang oleh karena itu Allah mengutus aku menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya. Begitu pula perumpamaan orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya. (Maksud dari Hadith No. 79 - Kitab Fathul Bari)

Huraian:
Rasulullah bersabda, apa yang diturunkan dan apa yang didatangkan oleh Allah swt daripada ‘huda’ atau hidayah dan ilmu samalah seperti mana air hujan yang turun ke bumi ini. Dalam hadith ini, Rasulullah saw mengumpamakan hidayah dan ilmu dengan diri manusia laksana air hujan dengan tanah di bumi. Seperti hujan menghidupkan tanah yang mati, gersang, kering dan tandus, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati...

1) Tanah jenis pertama ialah dari jenis yang subur. Apabila hujan turun menimpanya, ia memberi “respond” yang baik lalu menumbuhkan rumput dan tanam-tanaman yang subur. Demikianlah dengan manusia. Ada di kalangan manusia yang hatinya subur. Apabila saja dia mendengar ayat-ayat al-Quran dan hadith Rasulullah saw, dia dapat menerimanya dengan baik. Kemudian, orang ini bukan saja mengamalkan ilmu yang dipelajarinya bahkan mengajarkan kepada orang lain pula. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.

2) Tanah jenis kedua ialah tanah yang jenis keras. Ia tidak dapat menyerap air hujan yang turun dan tidak mampu menumbuhkan pokok-pokok. Namun begitu, tanah yang keras ini dapat menakung air hujan yang turun. Oleh hal yang demikian, air tersebut dapat diguna pakai oleh orang lain untuk tumpang minum, tumpang masak, tumpang mandi dan sebagainya. Orang yang jenis kedua ini, apabila dia mendengar ilmu agama, ayat2 al-quran dan hadith dia dapat menyerap dan merekod dengan baik dalam otaknya, namun ia tidak bermanfaat kepada dirinya (tidak mengamalkan ilmu yang dipelajarinya). Kita boleh melihat dari segi akhlaknya yang buruk tidak selari dengan banyaknya ilmu yang dia. Namun begitu, dia masih dapat mengajarkan ilmu kepada orang lain dengan baik yang mana orang lain bisa mengambil manfaat darinya.

3) Tanah jenis ketiga ialah tanah jenis gersang yang tidak menumbuhkan tanaman dan tidak pula menakung air hujan yang turun ibarat padang pasir. Orang yang diumpamakan seperti tanah jenis ini ialah orang yang apabila didatangkan ilmu agama kepadanya, ia tidak memberi sebarang kebaikan kepada dirinya dan kepada orang lain. Dia tidak mengendahkan dan tidak mahu ambil peduli dengan ilmu agama. Orang yang jenis ketiga ini langsung tidak memberi manfaat kepada manusia lain walau sedikit pun.

Begitulah sedikit huraian tentang hadith yang Rasulullah saw umpamakan sikap manusia yang berinteraksi dengan ilmu agama dengan 3 jenis keadaan tanah. Marilah kita cuba menjadi yang terbaik iaitu menjadi manusia yang jenis pertama yang diterangkan seperti di atas tadi. Manusia ini berusaha memahami ilmu agama dengan mempraktikkan ilmu yang dipelajarinya (beramal) dan dia mengajar kepada orang lain pula. Ia belajar agama bukan sekadar untuk mengisi masa lapang, bukan kerana wang ringgit, harta dan pangkat tetapi ingin membentuk jati peribadi muslim yang unggul dan berusaha untuk membentuk peribadi muslim yang lain pula. Secara tidak langsung, islam akan tersebar dengan meluas serta melahirkan individu muslim yang soleh dan musleh. Wallahu’alam.

Friday, December 04, 2009

Ada Hikmah Dibalik Penghinaan


۞ ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤٰﻦ ﺍﻠﺮﺤﯿﻢ ۞
Ada Hikmah Dibalik Penghinaan oleh Syaripudin Zuhri Jumat,
artikel asal dari: http://www.eramuslim.com/oase-iman/ada-hikmah-dibalik-penghinaan.htm

Ada saat saat dalam pergaulan, kau mungkin merasa direndahkan, merasa terhina atau merasa diremehkan karena kedudukan, status sosial atau jenis pekerjaan. Lalu kau merasa direndahkan sedemikian rupa hingga kau merasa dikucilkan atau merasa tak dianggap sama sekali atau bahkan tak "diorangkan" oleh orang lain, sabarlah dan ucapkan Alhamdulillah !

Loh gimana sih, Lagi dihina orang kok alhamdulillah ? Ya, karena pada saat kau merasa dihina atau memang betul-betul dihina atau bahkan mungkin di caci maki dihadapan orang banyak, katakan "alhamdulillah" mengapa ? Karena pada saat itu sedang terjadi transfer yang luar biasa cepatnya, dimana pahalamu sedang bertambah dari orang yang menghinamu, sedangkan dosa-dosamu sedang diambil orang yang sedang menghinamu. Nah bukankah itu membahagiakan, mendapat pahala gratis dan terhapus dosamu tanpa usaha.

Susah memang pada awalnya, dihina kok alhamdulillah ? Yang jelas tak perlu merasa terhina saat dihina orang lain, karena orang yang mudah menghina orang lain adalah bukan orang yang mulia. Jangan-jangan lebih hina dari orang yang sedang dihina. Lagi pula Dia dalam firmanNya mengatakan " Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain ( karena ) boleh jadi mereka ( yang diolok-olokan ) lebih baik dari mereka yang mengolok-olokan " (QS 49:11) Jelas sekali kan firmanNya itu. Jadi mengapa perlu bersedih atau sakit hati bila dihina orang lain ? Lagi pula hinaan itu ibarat kawah candradimuka, hati itu digodok sedemikian rupa, agar tak mudah goyah, tabah dan sabar. Jadilah ilalang yang diinjak-injak orang masih tetap hidup atau jadilah seperti baja yang makin di tempa, makin di palu makin kuat.

Kita sudah sama-sama mengetahui bahwa orang yang mulia sangat menghargai orang lain dan mudah memaafkan orang lain yang bersalah kepadanya. Jika terjadi sebalikknya itulah orang yang hina. Memang dalam kehidupan, orang begitu merasa sakit di hati bila mendapat penghinaan dari orang lain, sampai-sampai mungkin tidak bisa tidur karenanya, boleh jadi menimbulkan dendam yang membara hingga ada niat untuk membalas rasa sakit hati tersebut pada orang yang telah menghinannya.

Namun bila dihadapi dengan hati yang jernih, saat di hina, justru "alhamdulillah" karena saat itulah kita dapat mengetahui kualitas akhlak orang lain, saat itulah kita dapat mengetahui siapa sesungguhnya orang yang sedang menghina itu. Dan boleh jadi saat di hina kita segera dapat mengintropeksi diri, jangan-jangan kita memang pantas untuk dihina, karena kelakuan, perkataan atau perbuatan kita sendiri. Jika memang hinaan itu benar, kata "alhamdulillah"pun masih tepat, karena secara tidak langsung, orang yang sedang menghina itu telah menunjuki kesalahan kita.

Alhamdulillah, ada "konsultan" gratis yang tanpa diminta telah menunjukan kesalahan kita. Dengan demikian, kita akan segera memperbaiki diri. Nah bukankah hinaan itu membawa hikmah ? Nah bukankah kalau kita mendapat hikmah, kita bersyukur ? Sedangkan kata yang paling tepat untuk bersyukur adalah alhamdulillah.

Kata alhamdulillah kelihatanya sederhana, namun mengadung makna yang luar biasa. Bila saat di hina atau merasa dikucilkan saja sudah mampu mengucapkan alhmdulillah, apa lagi bila mendapat rejeki, pujian atau mendapat sesuatu yang baik, sudah sepantasnya kita mengucapkan kata "alhamdulillah", segala puji bagi Allah, kita kembalikan pujian tersebut kepada Allah SWT, karena memang Dialah yang pantas mendapat pujian !