Sunday, April 25, 2010

Bercinta hingga ke syurga


۞ ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤٰﻦ ﺍﻠﺮﺤﯿﻢ ۞
Di zaman Rasulullah ada seorang wanita yang sangat membenci baginda Rasulullah saw. Dia ialah isteri kepada Abu Lahab iaitu Ummu Jamil. Ummu Jamil merupakan seorang wanita yang berpengaruh di ketika itu. Dia juga merupakan seorang isteri yang sangat mendokong suaminya dalam setiap tindak tanduk dan kepercayaannya. Ada suatu kisah juga mengatakan Ummu Jamil ini sering menaburkan duri di jalanan yang selalu dilalui oleh Rasulullah saw. Disebabkan itu dia menjadi penolong kepada hukuman dan balasan terhadap suaminya sebagaimana Allah berfirman dalam ayat 4 surah Al-Lahab bahawa dia membawa kayu bakar yang mana kayu-kayu yang diangkatnya menjadi pembakar suaminya di akhirat dan dia juga akan dilakukan seperti itu juga, dibakar dalam neraka. Di lehernya, terdapat rantai yang tersimpul daripada Al Masad, rantai besi yang panas.

Begitulah kisah cinta Abu Lahab dan Ummu Jamil. Mereka setia, saling bahu membahu memusuhi ajaran islam dan mereka bercinta hingga ke neraka. Begitu mendokongnya Ummu Jamil terhadap perjuangan suaminya sehingga dia begitu gigih turut serta mencari jalan untuk menghancurkan umat islam di ketika itu. Berbalik kepada era kita pada hari ini, islam tetap dan masih mempunyai musuh dan dimusuhi. Tentera-tentera musuh pada hari ini juga bisa saja di belakang mereka punya wanita-wanita (para isteri)yang bertindak sehebat Ummu jamil dalam menyokong perjuangan suami-suami mereka untuk menghancurkan islam malah mereka berganding bahu,kaki,tangan dan semuanya untuk menghancurkan islam. Jadi kita para isteri juga perlu berusaha untuk menjadi pendokong tegar suami kita seperti mana isteri-isteri Rasulullah saw Siti Khadijah dan Siti Aisyah, juga isteri-isteri pejuang yang telah dulu menjadi mujahid fi sabilillah..

Untuk menjadi isteri yang kuat mendokong suami dalam dakwah haruslah suami yang terlebih dahulu terkedepan dalam segala hal dalam dakwah. Jika suami lemah, lesu, tidak begitu berminat untuk melibatkan diri dalam barisan dakwah, tidak cuba memberi kefahaman kepada isteri tentang jalan dakwahnya, tidak mengajak isterinya turut serta dalam program-program dakwah, maka sokongan isteri kepadanya akan kurang dan hambar. Keserasian dan kesepaduan antara suami isteri dalam gerak kerja dakwah itu perlu agar prestasi suami lebih mencapai tahap optimum dalam setiap tindak tanduknya. Marilah kita mendokong penuh kerja-kerja dakwah suami kita. Akhirul kalam, semoga kita dan suami dapat bercinta hingga ke syurga...ameen.

Saturday, April 10, 2010

Permata yang bersinar



۞ ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤٰﻦ ﺍﻠﺮﺤﯿﻢ ۞

“Aku menyintaimu kerana AGAMA yang ada padamu, Jika kau hilangkan AGAMA dalam dirimu, hilanglah CINTAku padamu..” (Imam Nawawi)

Ada sesetengah muslimah yang apabila sesudah mendirikan rumah tangga, ia bertukar personaliti. Sedikit demi sedikit mengalami perubahan daripada peribadi dirinya yg sebenar. Jika perubahan itu merupakan hal yang positif, maka itu merupakan satu hal yang baik. Namun jika ia berubah kepada arah yang negatif, maka ia amatlah mengecewakan. Antara ciri yang positif yang ada dalam diri saya sebelum saya menikah dan alhamdulillah kekal hingga sekarang ialah saya suka berkawan dan suka mencari kawan walaupun keadaan diri terbatas. Namun, kawan yg saya cari selepas mengenal tarbiyah tentunya tidak sama dengan kawan yg dicari sebelum mengenal tarbiyah. Ada sesetengah muslimah yang setelah menikah, ia mengasingkan dirinya hingga sukar untuk dihubungi rakan-rakan lain. Ia menjadi pasif, tidak berkembang, tidak mengambil tahu dunia luar dan malas bergerak.

Seorang isteri kepada pendakwah tidak seharusnya begitu. Pernikahan kita kerana agama seharusnya mendampakkan kesan positif kepada orang lain. Jika seorang muslimah itu seorang yang aktif berdakwah sebelum menikah, kenapa setelah menikah bintangnya yang bersinar menjadi malap? Kenapa ia seperti tidak bersemangat malah kedengaran seperti tiada keceriaan di setiap bait tutur katanya...

Mencintai suami dan rumah tangga tidak bererti kita harus berubah malah ekspresi cinta kepada suami biarlah memberi kesan yang positif kepada diri kita sendiri dan kepada dakwah. Mencintai seseorang sepatutnya menjadikan diri kita lebih berkembang dan lebih produktif. Bukannya menjadikan diri kita makin lemah, lesu dan mundur. Lihatlah ekspresi cinta Siti Khadijah r.a dan Aisyah r.a kepada Rasulullah saw. Keperibadian mereka memberi kesan yang besar terhadap dakwah Rasulullah.

Tugas mengembang dakwah bukan tugas lelaki semata-mata. Ia juga merupakan amanah yang terletak di bahu seorang muslimah. Siapakah yang akan mengajak kaum wanita ke jalan Allah selain kaum wanita itu sendiri? Marilah kita sama-sama mengembankan potensi diri demi islam menjadi sebutir permata yang bersinar. Peringatan untuk diri sendiri terutamanya.

p/s: ukhti, aku merindui senyuman dan gelak tawamu...

Thursday, April 01, 2010

5 bekal isteri aktivis dakwah


۞ ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤٰﻦ ﺍﻠﺮﺤﯿﻢ ۞
Dalam satu daurah suatu masa dahulu, ada seorang akhawat membuat pengakuan berani mati "Ana kalau boleh ingin menjadi isteri kedua kepada suami ana", kata akhawat itu dengan lancar tapi dengan ada sedikit senyuman yang ditahan-tahan dibibirnya. Detik hati saya dan mungkin juga akhawat lain "Kok berani amat sih? Sanggup tuh..." Sebegitu mantop sekalikah akhawat itu sampai-sampai ingin menjadi isteri kedua? Benar, akhawat itu memang mantop kerana sambungnya lagi, "Ana kalau boleh ingin menjadi isteri kedua kepada suami, biarlah yang menjadi isteri pertamanya ialah dakwah". Oooohhhhh, ingatkan ukhti mahu bermadu benaran :)). Sanggupkah kalian dimadukan oleh suami dengan dakwah? Jika tidak sanggup, usahlah memasang niat ingin bernikah dengan aktivis dakwah kerana itu hanya menjadi fitnah buat suamimu kelak. Seorang isteri kepada pendakwah perlu mempunyai jiwa yang kuat dan sentiasa memperbaiki diri menjadi isteri yg positif agar ia menjadi tulang belakang yang kukuh buat suami. Di bawah ini artikel yang saya copy paste dari dakwatuna.com untuk dikongsikan. Walaupun ada term2 bahasa indonesia yang saya sendiri tidak faham tapi secara keseluruhannya dapat dicerna oleh minda..moga bermanfaat :).

5 Bekal Istri Aktivis Dakwah
Mar'ah Muslimah
4/4/2008 | 27 Rabiul Awwal 1429 H | Hits: 11.333
Oleh: Dra. Anis Byarwati, MSi.


dakwatuna.com – Seorang aktivis dakwah membutuhkan istri yang ‘tidak biasa’. Kenapa? Karena mereka tidak hanya memerlukan istri yang pandai merawat tubuh, pandai memasak, pandai mengurus rumah, pandai mengelola keuangan, trampil dalam hal-hal seputar urusan kerumah-tanggaan dan piawai di tempat tidur. Maaf, tanpa bermaksud mengecilkan, berbagai kepandaian dan ketrampilan itu adalah bekalan ‘standar’ yang memang harus dimiliki oleh seorang istri, tanpa memandang apakah suaminya seorang aktivis atau bukan. Atau dengan kalimat lain, seorang perempuan dikatakan siap untuk menikah dan menjadi seorang istri jika dia memiliki berbagai bekalan yang standar itu. Lalu bagaimana jika sudah jadi istri, tapi tidak punya bekalan itu? Ya, jangan hanya diam, belajar dong. Istilah populernya learning by doing.

Kembali kepada pokok bahasan kita. Menjadi istri aktivis berarti bersedia untuk mempelajari dan memiliki bekalan ‘di atas standar’. Seperti apa? Berikut ini adalah bekalan yang diperlukan oleh istri aktivis atau yang ingin menikah dengan aktivis dakwah:

1. Bekalan Yang Bersifat Pemahaman (fikrah).

Hal penting yang harus dipahami oleh istri seorang aktivis dakwah, bahwa suaminya tak sama dengan ‘model’ suami pada umumnya. Seorang aktivis dakwah adalah orang yang mempersembahkan waktunya, gerak amalnya, getar hatinya, dan seluruh hidupnya demi tegaknya dakwah Islam dalam rangka meraih ridha Allah. Mendampingi seorang aktivis adalah mendampingi seorang prajurit Allah. Tak ada yang dicintai seorang aktivis dakwah melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan berjihad di jalan-Nya. Jadi, siapkan dan ikhlaskan diri kita untuk menjadi cinta ‘kedua’ bagi suami kita, karena cinta pertamanya adalah untuk dakwah dan jihad!

2. Bekalan Yang Bersifat Ruhiyah.

Berusahalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jadikan hanya Dia tempat bergantung semua harapan. Miliki keyakinan bahwa ada Kehendak, Qadha, dan Qadar Allah yang berlaku dan pasti terjadi, sehingga tak perlu takut atau khawatir melepas suami pergi berdakwah ke manapun. Miliki keyakinan bahwa Dialah Sang Pemilik dan Pemberi Rezeki, yang berkuasa melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki. Bekalan ini akan sangat membantu kita untuk bersikap ikhlas dan qana’ah ketika harus menjalani hidup bersahaja tanpa limpahan materi. Dan tetap sadar diri, tak menjadi takabur dan lalai ketika Dia melapangkan rezeki-Nya untuk kita.

3. Bekalan Yang bersifat Ma’nawiyah (mentalitas).

Inilah di antara bekalan berupa sikap mental yang diperlukan untuk menjadi istri seorang aktivis: kuat, tegar, gigih, kokoh, sabar, tidak cengeng, tidak manja (kecuali dalam batasan tertentu) dan mandiri. Teman saya mengistilahkan semua sikap mental ini dengan ungkapan yang singkat: tahan banting!

4. Bekalan Yang bersifat Aqliyah (intelektualitas).

Ternyata, seorang aktivis tidak hanya butuh pendengar setia. Ia butuh istri yang ‘nyambung’ untuk diajak ngobrol, tukar pikiran, musyawarah, atau diskusi tentang kesibukan dan minatnya. Karena itu, banyaklah membaca, rajin mendatangi majelis-majelis ilmu supaya tidak ‘tulalit’!

5. Bekalan Yang Bersifat Jasadiyah (fisik).

Minimal sehat, bugar, dan tidak sakit-sakitan. Jika fisik kita sehat, kita bisa melakukan banyak hal, termasuk mengurusi suami yang sibuk berdakwah. Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan, membiasakan pola hidup sehat, rajin olah raga dan lain-lain. Selain itu, jangan lupakan masalah merawat wajah dan tubuh. Ingatlah, salah satu ciri istri shalihat adalah ‘menyenangkan ketika dipandang’.

Akhirnya, ada bekalan yang lain yang tak kalah penting. Itulah sikap mudah memaafkan. Bagaimanapun saleh dan takwanya seorang aktivis, tak akan mengubah dia menjadi malaikat yang tak punya kesalahan. Seorang aktivis dakwah tetaplah manusia biasa yang bisa dan mungkin untuk melakukan kesalahan. Bukankah tak ada yang ma’shum di dunia ini selain Baginda Rasulullah?